Saturday, April 2, 2011

Nasib Dua Anak Yatim -Piatu Setelah Orang Tuanya Tewas Di Berondong 27 Peluru

Tewasnya pasutri Suwito-Dora Halim, pengusaha asal Medan, karena diberondong peluru oleh orang tak dikenal pada Selasa malam lalu (29/3) membuat dua anak mereka menjadi yatim-piatu. Pemandangan mengharukan terjadi kemarin ketika si sulung yang berumur 5 tahun ikut menyembahyangi jenazah orang tuanya.


Sejak Rabu malam (30/3) hingga kemarin (31/3) suasana di Balai Persemayaman Angsapura di Jalan Wijaya, Medan, ramai didatangi pelayat. Di tempat itulah jasad pasutri Suwito alias Awie, 36, dan Dora Halim, 32, disemayamkan. Rencananya hari ini (1/4) jenazah pasangan pengusaha penangkapan ikan dan garam itu dikremasi.

Suwito dan Dora tewas karena diberondong peluru oleh orang tak dikenal di depan rumah mereka di Jalan Akasia I No 5, Bambu III, Kelurahan Kampung Durian, Medan Timur, Medan, Selasa lalu pukul 21.30. Malam itu Suwito sekeluarga (istri; dua anak mereka, Christovin, 2, dan Latresia, 5; serta babysitter Aini) baru pulang dari acara makan malam.
Saat diberondong peluru, Suwito dan istrinya berada di jok depan mobil Chevrolet Captiva. Dua anaknya dan babysitter duduk di jok belakang. Suwito tewas dengan 19 peluru menembus tubuhnya, sedangkan Dora ditembus delapan peluru.

Kejadian itu membuat keluarga besar To Siau Hua alias Sarwo Pranoto, 64, ayah Suwito, shock. "Kami benar-benar tak menyangka ada orang yang tega berbuat itu kepada kakak kami," ungkap Lie Chin, 30, adik kandung Dora, yang ditemui di antara para pelayat di tempat persemayaman itu. "Keluarga kami masih shock dan trauma," imbuhnya.

Suasana haru sangat terasa di persemayaman tersebut. Apalagi ketika biksu dari Vihara Kuan Tei Kong di Jl Irian Barat, Medan, memimpin doa hut co agar arwah para korban diterima Buddha. Lie Chin terlihat tak kuasa menahan isak tangis. Duduk di dekat dia, Elke, sang adik, juga menangis. Sementara itu, Sarwo Pranoto terlihat menundukkan kepala. Di ruangan seluas 8 x 8 meter itu terdapat foto Suwito alias Kho Wie To dan istrinya, Dora, serta hiasan sejumlah bunga.

Bunga-bunga ucapan belasungkawa juga bisa mudah dibaca di sekitar tempat persemayaman tersebut. Di antaranya berasal dari Ir Julius Silaen, pimpinan Pelabuhan Cabang Belawan; Dr Ir Dedy H. Sutisna MS, Dirjend Perikanan Tangkap KKP Jakarta; serta Danlantamal I Belawan.

Suasana kian mengharukan ketika di antara orang-orang yang khusyuk berdoa itu Latresia, si sulung pasangan Suwito-Dora, juga berdoa. Jika kakek dan tante-tantenya menangis saat berdoa di depan jenazah, bocah 5 tahun itu justru tak terlihat menangis. Tatapan matanya disebar ke arah para kerabatnya. Sesekali mulutnya ikut berkomat-kamit seperti menirukan doa yang diucapkan para kerabatnya.

Sebenarnya Sumut Pos (Jawa Pos Group/JPNN) berniat mewawancarai Latresia seputar peristiwa yang dialami pada Selasa malam lalu. Tapi, upaya itu dicegah pihak keluarga. "Dia masih terlalu kecil untuk ditanya. Jangan dulu ya," pinta salah seorang kerabat yang melarang Sumut Pos.

Kepada wartawan, Sarwo Pranoto mengungkapkan, pihaknya sangat yakin polisi bisa menangkap pelaku yang membunuh anak serta menantunya itu. "Sebelum kejadian, saya sama sekali tak punya firasat," katanya lantas mengusap linangan air mata. Peristiwa itu, lanjut dia, baru pertama dialami keluarganya. "Saya berharap ini adalah yang pertama sekaligus yang terakhir," ujarnya.

Bagaimana dengan nasib dua cucunya yang yatim-piatu itu" Ditanya demikian, Sarwo tak langsung menjawab. Sejenak tatapan matanya menerawang. "Saya akan rawat sendiri cucu saya," katanya lirih.

Pasca pembunuhan pada Selasa malam lalu, rumah korban di Jalan Akasia No 50, Kelurahan Durian, Kecamatan Medan Timur, kembali didatangi anggota Puslabfor Polda Sumut. Mereka melakukan olah TKP dan berupaya mencari barang bukti lain yang berguna untuk penyelidikan.  Berdasar pantauan Sumut Pos, warga terus berdatangan ke lokasi. Mereka ingin melihat langsung tempat penembakan itu.

Suwanto, 30, salah seorang tetangga dekat Suwito, menuturkan, dirinya tak mengetahui persis kejadian tersebut. Di mata dia dan sejumlah tetangga, keluarga Suwito termasuk tertutup. "Ya, mereka itu keluarga yang sangat tertutup kepada warga. Karena itu, kami tidak terlalu open setelah kejadian tersebut dan tidak ada warga di sekitar yang berani menolong saat itu," ujarnya. "Kami baru ikut menolong setelah pembantunya berteriak-teriak minta tolong," katanya.

Pria 55 tahun tersebut juga menyatakan bahwa korban jarang berkomunikasi dengan warga dan tetangga. "Korban jarang keluar rumah. Tapi, kalau ada kegiatan, dia memang bersedia membantu warga," ungkapnya. (jpnn/c5/kum)

No comments:

Post a Comment