Thursday, April 28, 2011

Jangan Wawancara Sekarang....

Wawancara imajiner dengan diri sendiri

PADA hari saya berulangtanggal kelahiran, saya berusaha melakukan introspeksi. Mewawancarai diri sendiri, yang selama ini sulit diajak bicara karena sepertinya terlalu sibuk. Entah kesibukan seperti apa yang dilakukan diri ini, sehingga diajak bicara hati ke hati dan wawancaa eksklusif dengan saya jadi berlarut-larut.

Akhirnya, saya memutuskan wawancara dengan diri ini secara 'on the spot'. Maksudnya, kapan dan di manapun diri ini berada, jika siap ditanya-tanya, ya langsung disodori pertanyaan. Saya beruntung, melalui beberapa kali pertemuan dengan diri ini yang sedang bekerja, wawancara berhasil dilakukan meski hasilnya tidak optimal. Berikut ini petikan wawancara saya dengan diri ini:

Sibuk sekali Anda tampaknya?
Nggak juga, tapi ya seperti inilah. Kalau saya tidak sibuk, atau tidak melakukan sesuatu supaya kelihatan sibuk, nanti saya dianggap tidak menghormati keberkahan yang diberi oleh Tuhan.

Apa saja kesibukan Anda, sehingga sulit untuk saya wawancara?
Banyak sekali mas, mulai dari bangun tidur sampai mau tidur saya selalu sibuk. Yaa, buat gaya saja. Kalau nggak sibuk, kayaknya kurang afdol. Tapi, kalau boleh jujur, sebetulnya soal tidak ada waktu itu, hehehe cuma akal-akalan saya saja. Sebenarnya, saya punya waktu cukup kok untuk ditanya-tanya secara pribadi. Hehehe..

Wah, kok Anda mengaku begitu? Berbohong, maksud saya?
Ssst kalau sama sampeyan, saya terbuka kok. Ini off the record- ya? Janji ya.

Ya saya janji. Jadi Anda sering bohong?
Berbohong saya lakukan sesekali saja, padahal itu merugikan diri saya sendiri. Pernah, di depan orang saya bilang 'ini' padahal saya 'itu'. Sejak dapat hidayah, saya berani mengatakan sesuatu yang saya anggap memang harus dikatakan. 

Yakin sekali Anda dengan keberanian Anda?
Saya kira ini bukan soal berani atau bukan, ini soal pilihan atau sikap hidup saja. Saya harus bersikap seperti pemberani, supaya keberanian itu masuk ke dalam diri saya. Maka saya memilih menjadi orang berani.

100 persen berani?
Kalau itu saya tidak berani jawab hehehe.. Maksud saya, walau saya berani, ada juga sesekali muncul perasaan khawatir. Ya, manusiawi saja kan? Rasa khawatir juga diciptakan oleh Tuhan, deh kayaknya. Seperti laki-laki dan perempuan, plus dan minus, panas dan dingin, semuanya ciptaan Tuhan yang masing-masing punya manfaat dan fungsi sendiri. 

Kapan terakhir dihinggapi rasa khawatir atau takut?
Selalu muncul setiap hari. Tapi, fenomena kemunculannya itu selalu saya tutup dengan perasaan optimisme bahwa Tuhan yang membuat kehidupan ini, tidak pernah tidur. Jadi, saya selalu merasa 'dilihat' oleh Tuhan. Karena Tuhan Maha Kaya, Maha Pengasih dan Penyayang, Maha Kuasa dan Maha Semuanya, saya merasa nyaman. Sesekali sih nangis juga sekadar minta perhatian lebih dari Tuhan, atau pas kepentok masalah. Biasalah.. kan manusia.

Apa yang Anda rasakan saat ini?
Saya merasa bahagia saja. 

Seperti apa bahagia itu menurut Anda?
Bahagia itu ya bahagia hehehe. Begini, saya pernah salah menilai konsep bahagia. Dulu, saya pernah berfikir, tidak bahagia kalau tidak punya pacar, setelah punya saya fikir tidak bahagia kalau tidak menikah, setelah menikah saya fikir tidak bahagia kalau tak punya anak. Dan seterusnya. Kalau difikirin terus, kapan merasa bahagianya? Kemudian, saya putuskan detik ini juga saya sedang dan akan selalu merasa bahagia. Ternyata, mendapatkan rasa bahagia itu tidak perlu pakai syarat, tidak perlu mahal, tidak perlu jauh. Bahagia ada di dalam diri kita sendiri, sekarang. Bukan nanti.

Kalau sudah bahagia, lalu apa yang Anda kejar sampai sibuk begitu?
Saya tidak sibuk mengejar kebahagiaan kok. Kan, rasa bahagia itu sudah ada. Sibuk itu untuk menjalankan perintah Tuhan, supaya bermanfaat bagi banyak orang. Termasuk bermanfaat bagi istri, anak, tetangga, orangtua, teman, dan sesama. 

Anda punya teman, siapa saja?
Teman itu sebuah konsep. Teman saya banyak. Malah semua yang ada di bumi dan planet teman saya. Banyak teman yang akhirnya menjadi seperti saudara. Tapi dari semua itu, teman yang paling dekat adalah diri saya sendiri.

Kalau musuh punya gak?
Musuh juga ada dalam sebuah konsepsi. Dalam kenyataan tidak ada. Kalau ada yang merasa tidak sepaham, sampai terjadi benturan fisik, itu kan karena konsep berfikir yang berbeda lalu diprovokasi oleh emosi. Selama emosi masih bisa dikendalikan, perbedaan akan tetap menarik dan menggairahkan menurut saya.

Obrolan hangat dengan diri saya akhirnya terhenti. Karena saya mulai terusik dan  bertanya soal lainnya yang membuat diri ini enggan menjawab pertanyaan:

Omong-omong, kapan Anda mau diwawancara sama malaikat? 
Waduh... pertanyaannya yang lain saja ya. Tapi, okelah saya jawab. Saya belum siap, jadi saya mohon jangan diwawancara sama malaikat sekarang. Ada-ada saja pertanyaannya, bikin saya merinding. Sumpah, saya selalu mohon sama Tuhan supaya mampu melaksanakan tugas lebih panjang sebagai manusia. Maklum, amal dan ibadah saya masih sedikiiiiiit sekali. Tapi, karena Tuhan pemilik seluruh isi dunia dan akhirat, termasuk pemilik diri saya, apa boleh buat. Saya pasrah kalau itu kehendakNya. Ah sudah ya, saya jadi bete nih..

Oleh : Teguh Imam Suryadi 
(pemred tabloid Kabar Film)

(disarikan dari catatan di facebook..)

No comments:

Post a Comment